Demi sepak bola Indonesia.
Kita bernapas lega. Misi Ketua Komite Normalisasi (KN) Agum Gumelar melobi FIFA agar Indonesia tak dikenai sanksi, untuk sementara, boleh dibilang berjalan mulus. Kenapa saya bilang untuk sementara? Karena FIFA, seperti yang dibeberkan Agum kepada pers, memberikan kesempatan kepada KN untuk menghelat Kongres PSSI 30 Juni 2011.
Di markas FIFA, Zurich, Swiss, Agum diterima Thierry Regenass dan Frank van Hatum, Direktur Pengembangan dan Keanggotaan FIFA. Agum berangkat ke Swiss, Sabtu 27 Mei. Tak sendiri, mantan Ketua Umum PSSI, KONI, Menteri Perhubungan, dan Komandan Jenderal (Danjen) Komando Pasukan Khusus (Kopassus) ditemani salah satu koleganya di KN, Joko Driyono.
Kepergian Agum ke Swiss menyusul gagalnya Kongres PSSI di Hotel Sultan Jakarta 20 Mei lalu. Agum terpaksa menutup kongres seharga Rp 2 miliar lantaran situasi dan kondisi sudah tak kondusif lagi. Kelompok 78, yang tak lain adalah pendukung George Toisutta dan Arifin Panigoro tetap teguh memperjuangkan keduanya untuk bisa masuk bursa calon Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum PSSI periode 2011-2015.
Tak hanya KN, sebagian besar pecinta sepak bola di Indonesia pun pemerintah sedih karena kongres terhenti di tengah jalan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menurut Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng mengaku sangat prihatin. Bagaimana tidak, jika sanksi benar-benar diberikan, itu berarti 'azab' bagi persepakbolaan Indonesia. Belajar dari negara-negara lain, sanksi FIFA berlaku minimal satu atau dua tahun. Tahun ini, Indonesia punya dua agenda maha penting. Pertama menjadi tuan rumah SEA Games dan kedua, Persipura Jayapura lolos ke babak delapan besar AFC Cup. Bagi Persipura, ini adalah sejarah. Di pentas SEA Games, Indonesia terakhir kali menyabet medali emas sepak bola lebih kurang dua dasawarsa silam. Jadi, lumrah, jika Presiden SBY galau.
Yang berlalu, biarlah berlalu. Kita tatap masa depan dengan optimistis. Kongres 30 Juni harus sukses. Semua pihak, tanpa terkecuali, harus mengedepankan kepentingan bangsa di atas kepentingan kelompok terlebih kepentingan pribadi. Peraturan harus menjadi panglima. Dengan kata lain, setiap orang harus patuh juga taat.
"Jangan sia-siakan kesempatan kedua ini," kata Agum.
K 78 tetap mencalonkan GT dan AP. K 78 yang mengklaim sebagai mayoritas pemegang suara sah PSSI berharap pengurus FIFA yang baru (Kongres FIFA 1 Juni) bisa menerima pencalonan GT dan AP. Seperti yang sudah-sudah, K 78 hakulyakin kedua calon mereka sama sekali tak menabrak rambu-rambu yang ada di Statuta PSSI terlebih FIFA.
Terkait K 78 ini, bagaimanakah sikap KN? Saya tak tahu persis, apa langkah-langkah yang akan diambil Agum dan kawan-kawan. Tapi, tak ada salahnya jika kedua belah pihak duduk bersama untuk membicarakan hal ini baik-baik. Alangkah baiknya, jika pemerintah, dalam hal ini Menpora Andi Mallarangeng, terlibat dalam pembicaraan tersebut. Sebelum kongres, persoalan di tubuh PSSI harus sudah selesai. Sebab, bila tidak, kongres dipastikan kembali akan ricuh. Ini berararti, FIFA emoh memberi toleransi dan Indonesia kena sanksi.
Menukil kata-kata Agum, saya mengakhiri tulisan ini dengan mengucapkan," Jangan sia-siakan kesempatan kedua ini".